Jakarta, 20 September 2025 – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan belum bisa memastikan apakah dirinya akan menolak atau mendukung rencana pelaksanaan tax amnesty jilid III. Menurutnya, kebijakan pengampunan pajak yang dilakukan terlalu sering justru berpotensi memberi sinyal buruk bagi wajib pajak.

“Kalau dua tahun sekali ada tax amnesty, orang akan terbiasa kibul-kibul. Mereka bisa berpikir, toh nanti ada tax amnesty lagi. Itu bukan sinyal yang baik,” ujar Purbaya, Jumat (19/9) malam.

Purbaya mengingatkan bahwa Indonesia sudah dua kali menggelar tax amnesty. Jika hal ini terus diulang, akan muncul kebiasaan buruk masyarakat dalam menunda kewajiban pajaknya.

Dari sisi ekonomi, ia menilai yang lebih tepat adalah pemerintah fokus menegakkan aturan pajak sebagaimana mestinya. “Yang benar itu jalankan program pajak dengan konsisten, kumpulkan penerimaan dengan baik, kalau ada pelanggaran ya dihukum. Tapi jangan memberi celah terus-menerus. Wajib pajak juga harus diperlakukan dengan baik,” tambahnya.

Sejarah Tax Amnesty di Indonesia

  • Tax Amnesty Jilid I (2016–2017):
    Diikuti 956.793 wajib pajak, dengan harta terungkap Rp4.854,63 triliun. Negara menerima uang tebusan Rp114,02 triliun atau 69% dari target.
  • Program Pengungkapan Sukarela (PPS) 2022:
    Diikuti 247.918 wajib pajak, dengan harta terungkap Rp594,82 triliun. Negara meraup PPh Rp60,01 triliun.

Isu Tax Amnesty III pertama kali bergulir di parlemen pada akhir 2024, setelah pemerintah dan DPR sepakat memasukkan revisi UU Nomor 11 Tahun 2016 ke dalam Prolegnas Prioritas 2025.