JAKARTA, 18 September 2025 – Penunjukan Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) oleh Presiden Prabowo Subianto dinilai menjadi bukti bahwa Prabowo bukanlah sosok yang menyimpan dendam masa lalu.
Hal ini disampaikan oleh peneliti Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Edna Caroline Pattisina. Ia menilai langkah Prabowo melantik Djamari menunjukkan sikap rekonsiliasi, mengingat Djamari pernah menjadi sekretaris Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang merekomendasikan pemecatan Prabowo pada 1998.
“Presiden Prabowo berusaha tidak mengedepankan dendam, meski punya sejarah panjang dengan Djamari. Justru ia merujuk pada pengalaman dan hubungan personal yang sudah terjalin sejak masa Akabri,” kata Edna, Rabu (17/9/2025).
Edna menambahkan, kedekatan keduanya terjalin sejak masa pendidikan di Akabri. Djamari yang merupakan lulusan 1971, pernah menjadi komandan bagi Prabowo yang kemudian bergabung dengan angkatan 1974. Hubungan personal ini berlanjut hingga kemudian Djamari bergabung dengan Partai Gerindra besutan Prabowo.
Selain memiliki rekam jejak di militer, Djamari juga pernah menjadi anggota MPR periode 1997–1998 sebelum menekuni dunia bisnis. Menurut Edna, pengangkatan Djamari menegaskan pentingnya faktor senioritas dalam tradisi militer, terlebih posisi Menko Polkam menuntut figur yang mampu mengoordinasikan TNI, Polri, dan Kementerian Pertahanan.
“Dengan anugerah pangkat Jenderal Kehormatan, Djamari kini punya otoritas penuh untuk menjalankan fungsi koordinasi. Apalagi jajaran di bawahnya juga diisi purnawirawan bintang tiga TNI AD,” jelasnya.
Sebelumnya, posisi Menko Polkam sempat dijabat sementara oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin setelah Prabowo mencopot Budi Gunawan pada 8 September 2025. Djamari resmi dilantik pada Rabu (17/9/2025) di Istana Merdeka, Jakarta.