JAKARTA, 9 Oktober 2025 — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn) Tito Karnavian menegur sejumlah gubernur yang memprotes kebijakan pemotongan dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat. Tito menilai, sebelum menolak kebijakan tersebut, para kepala daerah seharusnya melakukan introspeksi terhadap penggunaan anggaran di wilayah masing-masing.

“Jangan langsung pesimis atau resisten ketika melihat dampaknya. Lihat juga faktanya, banyak pemborosan, tidak efisien, bahkan sampai menimbulkan masalah hukum,” ujar Tito saat menghadiri acara di Hotel Pullman, Jakarta Barat, Kamis (9/10/2025).

Tito menegaskan bahwa banyak kepala daerah tersangkut kasus hukum akibat pengelolaan anggaran yang tidak tepat, termasuk operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.

“Kena OTT, masuk penjara, dan lain-lain. Jadi gunakan anggaran secara efisien, tepat sasaran, baru kita bicara soal masalahnya,” tegasnya.

Mendagri juga menyampaikan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa telah meminta pemerintah daerah untuk melakukan exercise anggaran terlebih dahulu usai adanya pemangkasan TKD. Pemerintah akan membantu daerah yang benar-benar mengalami kesulitan.

“Pak Purbaya bilang, lakukan exercise dulu. Kalau memang ada daerah yang kesulitan, nanti akan kita carikan solusi,” tambah Tito.

Sebelumnya, sejumlah gubernur dari berbagai provinsi — termasuk Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf — menemui Menkeu Purbaya di kantornya, Selasa (7/10/2025). Pertemuan tersebut merupakan bentuk protes terhadap kebijakan pemangkasan TKD, yang digagas oleh Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI).

Walau pemerintah telah menambah alokasi TKD di APBN 2026 sebesar Rp43 triliun, dari Rp649,99 triliun menjadi Rp693 triliun, jumlah itu masih lebih kecil dibandingkan APBN 2025 yang mencapai Rp919,87 triliun.

Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, yang menjadi juru bicara pertemuan, mengatakan para kepala daerah sepakat menolak pemotongan tersebut karena akan berdampak besar pada pembiayaan pegawai dan proyek infrastruktur.

“Beban PPPK masih besar, belum lagi janji pembangunan jalan dan jembatan. Kalau transfernya dikurangi, terpaksa program lain harus dipotong,” kata Sherly.

Ia menambahkan, beberapa daerah seperti Jawa Tengah bahkan mengalami pengurangan dana hingga 60–70 persen, sehingga sulit menyeimbangkan kebutuhan belanja pegawai dengan pembangunan infrastruktur.