JAKARTA, 18 Agustus 2025 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas menyatakan akan terus mengejar pengembalian aset yang diduga terkait dengan kasus korupsi mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba (AGK), meskipun AGK telah meninggal dunia pada Jumat, 14 Maret 2025. Penegasan ini muncul mengingat AGK tutup usia sebelum putusan kasasi untuk perkara suap dan gratifikasi yang menjeratnya, yang diajukan pada Desember 2024, dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA).

Pengacara Abdul Ghani, Hairun Rizal, telah mengonfirmasi bahwa kliennya meninggal dunia ketika perkara suap dan gratifikasi yang menjeratnya belum memperoleh status berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Selain kasus tersebut, KPK juga tengah mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh gubernur dua periode ini, di mana Abdul Ghani telah berstatus sebagai tersangka.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa tindak lanjut penanganan perkara Abdul Ghani akan segera dibahas dalam rapat pimpinan KPK. Asep menyebutkan, salah satu opsi yang dimiliki KPK adalah menempuh jalur perdata untuk mengejar pengembalian aset hasil korupsi. “Ada klausul yang menyebutkan bahwa, ketika sudah dalam penyidikan, si tersangka itu meninggal, itu bisa dilakukan gugatan perdata oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN),” papar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025.

Kendati demikian, KPK akan mengkaji secara cermat terlebih dahulu apakah perkara yang menjerat Abdul Ghani termasuk dalam kategori kerugian negara. Selain itu, KPK juga akan menunggu hasil persidangan beberapa tersangka lain yang terlibat dalam kasus yang sama dengan Abdul Ghani. Salah satunya adalah Muhaimin Syarif (MS), yang didakwa turut memberikan suap kepada Abdul Ghani dan diduga terlibat dalam pengondisian izin-izin tambang di Maluku Utara. Hasil persidangan para tersangka ini dinilai krusial untuk menentukan langkah selanjutnya dalam penanganan kasus AGK.

Sebelumnya, Abdul Ghani Kasuba telah divonis hukuman pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp300 juta atas perkara suap dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp109 miliar dan US$90.000. Kasus yang menyeret AGK ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang berhasil dilakukan KPK pada Desember 2023.

Situasi serupa pernah terjadi pada kasus mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, di mana perkaranya juga belum memperoleh kekuatan hukum tetap saat yang bersangkutan meninggal dunia. KPK sendiri saat ini juga masih mengusut dugaan korupsi terkait dana operasional kepala daerah dan wakil kepala daerah di Papua, menunjukkan kompleksitas penanganan kasus korupsi yang melibatkan tersangka yang meninggal dunia sebelum putusan final diterbitkan.